5. PEMBAHASAN
5.1 Kapal
Alat Tangkap dan Hasil Tangkap Pancing (Hand
Line)
5.1.1 Spesifikasi Alat Tangkap Pancing (Hand Line)
Alat tangkap sejenis hand
line (pancing tangan) biasanya
merupakan alat tangkap alternatif yang digunakan oleh para nelayan muncar pada
daerah-daerah tertentu dengan jenis ikan target utama biasanya berupa ikan
tongkol yang biasa disebut kenyar oleh masyarakat setempat, hampir semua kapal
jenis sekoci yang berukuran 6 sampai 7 GT menggunakan alat tangkap ini. Selama
lima tahun terakhir jumlah penggunaan alat tangkap ini cenderung stabil
walaupun terlihat penurunan drastis dari tahun 2007, jumlah alat tangkap hook
and line dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 7. Jumlah alat tangkap hook and line (Sumber :Data PPP Muncar, 2004-2013).
Pada pengambilan data hasil tangkapan, alat tangkap hand line yang digunakan ada dua jenis yaitu
pancing layur dan pancing ancet,
perbedaan dari keduanya adalah pada pancing layur bahan tali utama yang
digunakan adalah senar dengan nomor 700 dan senar nomor 250 untuk setiap tali
pada mata pancing, jarak tiap tali yaitu 1,5 meter dengan panjang tali pada
kail sekitar 50 cm dan mata pancing yang digunakan adalah mata pancing dengan
no10, sedangkan pada Ancet menggunakan senar dengan nomor 500 pada taliu tama
dan senar nomor 400 untuk setiap tali pada mata pancing yang berjumlah 13 mata
pancing dengan jarak tiap mata pancing sekitar 1,5 meter dan panjang tali pada
tiap mata pancing adalah 16 cm, mata pancing yang digunakan adalah mata pancing
dengan nomor 11 yang diikatkan beberapa helai kain berwarna dan serat dari kain
sutera untuk menarik perhatian ikan. Berikut ini adalah gambar kontruksi hand line
Gambar 8.
Konstruksi alat tangkap hand line.
Hand
line merupakan alat
penangkap ikan yang bersifat aktif, menunggu
ikan yang datang memakan umpan
pada mata pancing. Alat penangkap ikan jenis pancing
ulur dioperasikan disemua jenis perairan dan biasanya diulur sampai kedalaman
yang dikehendaki. Sambil dipegang dengan tangan, tali pancing diturun-naikan
sampai terasa ada sesuatu yang tersangkut dimata pancing. Kemudian ditarik atau
diangkat ke kapal untuk melihat hasil tangkapan ikan yang “tersangkut” pada
mata pancing.
5.1.2 Spesifikasi
Kapal Penangkap
Kapal
yang digunakan selama pengambilan data penangkapan ikan di perairan Selat Bali
adalah jenis kapal sekoci dengan berat bersih 6 GT dengan nama kapal KM APALPAL
II. :
Gambar 9. Kapal nelayan pancing (hand
line)
Kapal tersebut biasanya berisi 4
sampai 5 orang ABK dan satu
orang nahkoda atau si pemilik kapal yang juga bekerja di kapal tersebut, ukuran Kapal 15,5 m X 3,2 m X 1,1 m dengan
ukuran tonase 6 GT dibuat di pulau Masa lima pada tahun 1998. Kapal-kapal di
pelabuhan Muncar biasanya memiliki lebih dari satu jenis alat tangkap dan pada
kapal ini terdapat beberapa jenis alat tangkap yaitu alat tangkap gillnet, pancing,
rawai dasar, dan rawai permukaan, penggunaan
masing-masing alat tangkap tersebut bergantung pada musim penangkapan atau
jenis ikan target yang akan ditangkap. Pada kapal ini terdapat 2 palkah dengan
dimensi panjang x lebar x dalam yaitu 2,05
m X 2,37 m X 16,5 m dan 1,58 m X 2,06 m X 0,44 m. Jenis mesin yang digunakan
adalah mesin dalam Yanmar 30 PK sebanyak 2 unit dan Yanmar 23 PK sebanyak 1 unit.
Dari
data perikanan tahun 2013 yang didapatkan dari kantor Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Muncar diketahui bahwa ada sekitar 319 perahu dengan ukuran 5 GT
sampai 10 GT dari total armada sejumlah
1835 unit yang terdapat di daerah Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, JawaTimur.
Kapal-kapal ini biasa beroperasi menangkap ikan di daerah selat bali bahkan
hingga kedaerah Kalimantan timur pada musim-musim tertentu dengan target utama
yaitu ikan-ikan pelagis seperti Tongkol dan Cakalang selain itu jenis ikan yang
menjadi target utama penangkapan di kapal ini adalah ikan hiu karena memiliki
nilai ekonomis yang sangat tinggi.
5.1.3 Tehnik
Penangkapan
Proses penggunaan
alat tangkap Hand line
dimulai dari persiapan alat tangkap yang biasanya dilakukan pada siang hari
yaitu dengan
menyiapkan tali senar dan umpan buatan, para nelayan tersebut memotong tali senar menjadi
beberapa bagian sesuai dengan jumlah kail yang akan digunakan, serta membuat
umpan buatan yang diikatkan pada mata kail. Kondisi persiapan alat tangkap
dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Para
nelayan biasanya mulai memancing pada sore hari yaitu sekitar pukul 16.00 WIB
hingga pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB tergantung pada hasil tangkapan
yang diperoleh. Dalam satu malam mereka bisa berpindah posisi hingga 2 sampai 3
kali dengan jarak yang tidak terlalu jauh mereka akan langsung berpindah tempat
apabila hasil tangkapannya dinilai kurang. Pada awalnya umpan yang digunakan hanya
umpan buatan yang dipasang pada tiap kail namun ketika malam hari para nelayan
menggunakan ikan hasil
pancing yang langsung dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Semua ABK
melakukan kegiatan menangkap dengan menyebar di sekeliling bagian
kapal dengan keadaan mesin dimatikan setelah para ABK menurunkan jangkar.
5.1.4 Fishing
Ground dan Hasil Tangkapan
Pada musim peralihan seperti pada bulan Maret, para
nelayan hand line menangkap di bagian
selatan perairan Selat Bali dengan menangkap ikan tongkol (Sarda orientalis) sebagai target utamanya, adapun fishing ground selama pengambilan data
dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Lokasi penangkapan nelayan pancing
berada di daerah Selat Bali bagian selatan dengan kedalaman laut sekitar 125
meter merupakan daerah yang memiliki arus yang kencang. Pada musim ini nelayan
pancing hanya beroperasi di daerah-daerah ini saja karena mempertimbangkan
biaya bahan bakar dan biasanya ikan tongkol tertangkap di daerah-daerah ini
saja
Setelah
melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap hand line dengan
jumlah 19 titik pengambilan sampel dan dilakukan dengan jumlah trip sebanyak
empat kali maka diperoleh komposisi hasil tangkapan seperti pada tabel di bawah
ini:
Tabel
4. Komposisi
hasil tangkapan menggunakan
Pancing.
No
|
Jenis ikan
|
Berat Total (kg)
|
Persentase (%)
|
1
|
Tongkol (Sarda
orientalis)
|
928,50
|
96,15
|
2
|
Belanak (Valamugil
Sehel)
|
17,36
|
1,80
|
3
|
Buntal (Tetraodontidae)
|
7,3
|
0,76
|
5
|
Selengseng (Mackarel)
|
2,6
|
0,27
|
6
|
Kerapu (Epinephelus pachycentru)
|
1
|
0,10
|
8
|
Semar (Leiognathus
equulus)
|
1
|
0,10
|
10
|
Kurisi (Nemipterus nematuphurus)
|
1,3
|
0,13
|
11
|
Layur Hitam (Trichiurus)
|
6,6
|
0,68
|
Total Tangkapan (kg)
|
965.66
|
Dari uraian tabel di
atas dapat diketahui bahwa hasil tangkapan terbanyak menggunakan alat
tangkap hand line
adalah ikan tongkol (sarda
orientalis) yaitu dengan berat
tangkapan 928,5 kg atau dengan persentase sebesar 96,15 %, kemudian,
serta Ikan belanak dengan berat tangkapan 17,363 kg atau dengan persentase
sebesar 1,80 % dari
total keseluruhan berat hasil tangkapan. Pada jenis hasil tangkapan ditemukan 2
jenis ikan yang merupakan bycatch yaitu ikan buntal dan ikan layur hitam
dengan persentase 1,44 % dari
total keseluruhan hasil tangkapan, jenis ikan tersebut merupakan jenis ikan
yang merugikan para nelayan karena selain tidak memiliki nilai ekonomis, ikan
tersebut biasanya menyebabkan tali pancing menjadi putus karena gigitannya.
5.2 Parameter
Oseanografi Penangkapan Ikan Tongkol (Sarda
orientalis)
Menurut
Hela dan Laevastu, (1970) dalam
Nurhayati, (2001) Kondisi geografis yang berpengaruh terhadap migrasi ikan
tongkol adalah suhu, salinitas, kecerahan, arus, oksigen terlarut, kandungan
fosfat dan ketersediaan makanan. Berkaitan dengan kondisi oseanografi tersebut
yang secara langsung mempengaruhi penyebaran ikan tongkol adalah suhu,
salinitas, dan arus. Pada penelitian ini akan dibahas beberapa parameter pada
lokasi penelitian yaitu kedalaman, arus, suhu, dan klorofil-a.
5.2.1
Kedalaman
Berdasarkan hasil pengamatan selama pengambilan data
diketahui bahwa para nelayan pancing di daerah Muncar telah menentukan
daerah-daerah penangkapan berdasarkan musim dan jenis ikan target yang akan
ditangkap. Dari 24 titik penangkapan selama satu bulan diperoleh hasil
tangkapan berupa ikan tongkol (serda
Orientalis) pada daerah perairan Selat Bali bagian selatan dan dominan pada
satu daerah saja dengan kedalaman perairan 125 meter sedangkan kedalaman alat
tangkap yang digunakan adalah 20-40 meter. Kedalaman tersebut merupakan
kedalaman yang cocok untuk menangkap ikan tongkol karena ikan tongkol biasanya
hidup di bagian permukaan laut sampai kedalaman 40 meter, hal ini sesuai dengan
(Nontji, 1987 dalam Nurhayati, 2001)
bahwa umumnya ikan tongkol hidup di lapisan epipelagis yang menyebar dari
permukaan sampai kedalaman 200 meter. Selain itu dikatakan menurut Sumadhirga
(1971) dalam Nurhayati (2001) ikan
tongkol berada pada tempat-tempat pertemuan arus dari daerah perairan sempit
(dangkal) dengan laut dalam atau daerah karang dan tebing yang merupakan fishing ground pada laut dalam. Pada
daerah fishing ground ikan tersebut
ditemukan hasil tangkapan berupa ikan-ikan karang seperti pogot pada kedalaman
alat pancing 50 sampai 60 meter sehingga diduga tempat tersebut merupakan
daerah karang.
5.2.2 Arus
Berdasarkan
data yang diperoleh selama penelitian di lapangan diperoleh data kecepatan arus
dan data hasil tangkapan ikan tongkol (sarda
orientalis) yang disajikan pada tabel di bawah ini ;
Tabel 5. Data kecepatan arus dan hasil
tangkapan ikan tongkol.
No
|
Kecepatan arus (km/jam)
|
Hasil tangkap (kg)
|
1
|
0.355
|
1.5
|
2
|
0.390
|
2.5
|
3
|
0.390
|
100
|
4
|
0.408
|
80
|
5
|
0.408
|
100
|
6
|
0.450
|
80
|
7
|
0.492
|
35
|
8
|
0.492
|
50
|
9
|
0.512
|
250
|
10
|
0.516
|
2.5
|
11
|
0.516
|
150
|
12
|
0.564
|
15
|
13
|
0.606
|
60
|
14
|
0.732
|
100
|
Dari
data di atas diketahui bahwa kecepatan
arus pada bulan Maret tergolong sangat kencang yaitu dengan rata-rata kecepatan
arus mencapai 0,4819 km/jam hal ini diperkirakan karena pengaruh dari
kencangnya angin yang bertiup pada bulan Maret yang merupakan musim peralihan
dari musim barat ke musim timur. Hubungan kecepatan arus dan hasil tangkapan
ikan tongkol (sarda orientalis) dapat
dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar
12. Hubungan arus pada hasil tangkapan ikan tongkol.
Dari
gambar diatas terlihat bahwa adanya hubungan antara parameter kecepatan arus
terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda
orientalis) sangat rendah.
Setelah melalui uji korelasi menggunakan regresi linier diperoleh nilai r2
= 0,030 yang artinya besarnya pengaruh parameter kecepatan arus terhadap hasil
tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis)
hanya sebesar 3 %.
Keadaan
arus Selat Bali pada bulan Maret merupakan arus yang kencang dimana terjadi
pada musim peralihan, hal ini diduga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberadaan ikan tongkol di daerah tersebut sesuai pernyataan
Sumardhiga (1971) dalam Nurhayati
(2001) bahwa daerah penyebaran jenis tuna dan tongkol merupakan tempat-tempat
yang terdapat arus yang mengalir dengan cepat atau di tempat yang terdapat
rintangan (karang, tebing, dan pulau).
Arus
juga berperan dalam penyebaran nutrien yaitu zat-zat hara di perairan yang
terbawa oleh arus dapat meningkatkan kesuburan suatu perairan karena dapat
mengundang plankton yang merupakan makanan utama ikan-ikan kecil sehinggan
terjadi pola rantai makanan dimana pada akhirnya akan mengundang ikan-ikan
pelagis besar sebagai salah satu top predator pada daerah tersebut
5.2.3 Suhu
Permukaan Laut
Berdasarkan
data yang diperoleh selama penelitian di lapangan diperoleh data suhu hasil
analisa citra MODIS bulan Maret 2014 dan data hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) yang disajikan pada
tabel di bawah ini :
Tabel
6. Data suhu dan hasil tangkapan
ikan tongkol.
No
|
Suhu (°C)
|
Hasil tangkap (kg)
|
1
|
28.9625
|
250
|
2
|
29.0343
|
50
|
3
|
29.0488
|
150
|
4
|
29.2620
|
100
|
5
|
29.2620
|
60
|
6
|
29.2831
|
80
|
7
|
29.2831
|
80
|
8
|
29.2848
|
1.5
|
9
|
29.3177
|
100
|
10
|
29.3569
|
2.5
|
11
|
29.3569
|
15
|
12
|
29.3569
|
2.5
|
13
|
29.3569
|
35
|
14
|
29.3569
|
100
|
Berdasarkan
data di atas dapat diketahui bahwa jumlah tangkapan terbanyak terdapat pada
suhu 28,96 °C. Hubungan antara suhu terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) dapat dilihat pada
gambar di bawah ini
Gambar 13. Hubungan suhu pada hasil tangkapan ikan tongkol
Berdasarkan gambar hubungan suhu permukaan air laut terhadap hasil
tangkapan ikan tongkol terlihat model hubungan berpola negatif, yaitu pada kondisi
suhu yang semakin meningkat diperoleh jumlah hasil tangkapan ikan tongkol yang
semakin menurun akan tetapi tidak dapat disimpulkan bahwa semakin rendah suhu
maka hasil tangkapan juga semakin meningkat, karena ikan tongkol akan mencari
keadaan suhu perairan yang hangat sesuai dengan kebiasaan hidupnya.
Setelah melalui uji korelasi menggunakan regresi linier diperoleh
nilai r2 = 0,50 yang artinya besarnya pengaruh parameter suhu
permukaan laut terhadap hasil tankapan ikan tongkol (sarda orientalis) yaitu sebesar 50%, selain itu diperoleh
persamaan y = 10515-356,99x yang artinya bahwa setiap kenaikan 1°C suhu
permukaan air laut bisa mengurangi hasil tangkapan sebesar 356,99 kg.
Pada daerah penangkapan ikan tongkol
diketahui nilai suhu berkisar antara 28,96 - 29,36 áµ’C masih
merupakan kisaran suhu yang normal untuk ikan tongkol karena pada umumnya Ikan
tongkol hidup di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik bagian
barat (Nontji, 2005). Ikan ini bersifat epipelagis berenang membentuk schooling
dan umumnya hidup pada kisaran suhu 21,60 sampai 30,50 °C
(Anonymous,1983 dalam Satriyanson hari, 2008) selain itu juga
dikatakan bahwa ikan tongkol sangat sensitif terhadap perubahan suhu permukaan
laut hingga 0,5 0C. Pada umumnya ikan
tongkol menyenangi perairan panas dan dengan kisaran suhu optimum antara 20-28⁰C. Namun pada dasarnya
ikan tongkol lebih banyak terdapat di lapisan permukaan dan ikan tuna kecil
cenderung berada pada lapisan yang lebih atas atau permukaan (Hela dan
Laevestu, 1981).
Pada bulan Maret 2014 kondisi perairan selat bali memiliki kisaran suhu
normal yaitu kurang lebih berkisar antara 28 hingga 29 0C. Adapun sebaran suhu permukaan laut di perairan selat
bali dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 14. Kondisi suhu permukaan laut Selat Bali
pada bulan Maret 2014.
Berdasarkan gambar diatas terlihat
jelas perbedaan kepekatan warna kemerahan pada bagian utara dan bagian selatan
perairan selat Bali, pada bulan Maret suhu permukaan air laut dibagian selatan
lebih rendah daripada bagian utara selain
itu juga terlihat daerah berwarna biru merupakan daerah dengan nilai suhu
permukaan sama dengan nol karena tertutup oleh nilai awan yang berada di
atasnya
Sebaran
suhu permukaan laut pada trip pertama secara temporal dapat dilihat pada
lampiran 7 yaitu pada citra tanggal 8 hingga 12 maret dimana nilai suhu harian
terlihat bahwa perairan selat bali dalam keadaan hangat dengan kisaran suhu
optimum 32,48 0C pada tanggal 8 dan terlihat konsentrasi awan tebal
menutupi sebagian besar Selat Bali pada tanggal 9 dan 12 maret
Pada
trip kedua sebaran suhu permukaan laut dapat dilihat pada lampiran 7 yaitu pada
citra tanggal 17 hingga 20 maret dimana
pada citra tersebut terlihat perairan Selat Bali masih dalam keadaan
hangat dan tidak terjadi perubahan suhu yang besar dari citra pada trip
sebelumnya dengan suhu optimum 31,91 0C.
Pada trip
ke tiga dapat dilihat pada lampiran 7 yaitu pada citra tanggal 22 sampai 27
Maret, berdasarkan pada pengamatan hasil citra tersebut terlihat keadaan suhu
perairan Selat Bali pada suhu optimum 31,72 0C yaitu pada tanggal 24
Maret, kemudian pada trip ke empat terlihat penurunan suhu perairan Selat bali
dengan kisaran suhu optimum 29,720C yaitu pada tanggal 2 April
20014.
5.2.4 Klorofil-a
Berdasarkan
data yang diperoleh selama penelitian di lapangan diperoleh data klorofil-a
dari hasil analisa citra MODIS bulan Maret 2014 dan data hasil tangkapan ikan
tongkol (sarda orientalis) yang
disajikan pada tabel di bawah ini ;
Tabel 7. Data klorofil-a dan hasil tangkapan
ikan tongklol.
No
|
Klorofil-a (mg/m3)
|
Hasil tangkap (kg)
|
1
|
0.2216
|
60
|
2
|
0.2385
|
2.5
|
3
|
0.2385
|
15
|
4
|
0.2385
|
2.5
|
5
|
0.2385
|
35
|
6
|
0.2385
|
100
|
7
|
0.2484
|
80
|
8
|
0.2484
|
80
|
9
|
0.2651
|
100
|
10
|
0.2761
|
1.5
|
11
|
0.2775
|
100
|
12
|
0.2834
|
150
|
13
|
0.2958
|
50
|
14
|
0.8521
|
250
|
Berdasarkan
grafik nilai klorofil-a yang diperoleh dari data MODIS bulan Maret 2014 diperoleh pada setiap titik pengambilan data hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) diketahui bahwa jumlah tangkapan terbanyak
terdapat pada 0,512 mg/m3, berikut ini adalah hasil tangkapan
ikan tongkol yang diiperoleh dari 14 titik pengambilan sampel berdasarkan
kedalaman dapat dilihat
pada grafik di bawah ini

Gambar 15. Hubungan
klorofil-a dan hasil
tangkapan ikan tongkol.
Dari
grafik di atas diperoleh pola hubungan positif antara parameter klorofil-a
terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda
orientalis) dimana semakin tinggi kandungan klorofil-a maka semakin tinggi
pula hasil tangkapan yang diperoleh, Setelah melalui uji korelasi menggunakan
linier diperoleh nilai r2 = 0,60 yang artinya besarnya pengaruh
parameter klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) adalah sebesar 60%, kemudian diperoleh persamaan
y = -23,43+325,52x yang artinya setiap penambahan 1 mg/m3 klorofil-a
dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan tongkol sebesar 325,52 kg,
Terdapat sejenis plankton yang
mengandung klorofil (zat hijau daun),
Plankton ini merupakan makanan ikan-ikan kecil yang pada gilirannya akan
menjadi makanan bagi ikan yang lebih besar, Ikan tongkol pada
umumnya adalah jenis karnivora sehingga keberadaan plankton secara tidak
langsung akan mempengaruhi hasil tangkapan ikan tongkol, akan tetapi akan
ada selang waktu untuk berkumpulnya ikan tongkol sebelum ikan-ikan kecil
bergerombol pada daerah yang memiliki ketersediaan fitoplankton,
Gunarso
(1985) dalam Agustini (2000), menyatakan ikan tongkol adalah ikan pelagis yang
melakukan migrasi vertikal harian pada waktu sore hari, bergerak ke permukaan
pada pagi hari, menyebar diantara permukaan dan diatas lapisan termoklin pada
malam hari dan siang harinya berada di sekitar termoklin, mempunyai waktu
penangkapan yang baik sebelum matahari terbenam dan setelah terbit, Hal tersebut
berkaitan dengan sifat plankton yang naik ke permukaan pada malam hari sehingga
nelayan yang menggunakan alat tangkap hand
line mendapatkan hasil tangkapan ikan tongkol biasanya pada malam hari.
Kiasaran klorofil-a di selat Bali
pada bulan Maret 2014 yaitu 0,22-1,15 mg/m3 pada data harian yang
diperoleh dari hasil citra MODIS pada bulan Maret intensitas curah hujan mulai
meningkat sehingga berpengaruh juga terhadap intensitas awan yang juga menutupi
sebagian obyek satelit hal tersebut dapat dilihat pada beberapa hasil citra
harian terdapat daerah yang berwarna putih menandakan nilai awan.
Kiasaran klorofil-a di perairan Selat Bali pada
bulan Maret 2014 yaitu 0,22-1,15 mg/m3 pada data harian yang
diperoleh dari hasil citra MODIS pada bulan Maret intensitas curah hujan mulai
meningkat sehingga berpengaruh juga terhadap intensitas awan yang juga menutupi
sebagian obyek satelit hal tersebut dapat dilihat pada beberapa hasil citra
harian terdapat daerah yang berwarna putih di luar area pulau menandakan nilai awan, Gambaran sebaran
klorofil-a pada selat Bali dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 16. Citra klorofil-a
data MODIS pada bulan Maret 2014.
Dari citra satelit juga terlihat
penyebaran spasial kandungan klorofil-a, dimana konsentrasi yang
besar terdapat di daerah pantai sebelah timur selat Bali dan semakin
menurunkonsentrasinya ke arah perairan lepas pantai selain itu juga ditemukan
daerah dengan nilai klorofil-a dengan konsentrasi yang cukup tinggi pada , Hal
ini disebabkan karena daerah pantai banyak memberi masukan nutrien kedalam perairan. Arus membawa air
serta material lainnya (nutrien)
yang berasal dari pantai menyusuri sepanjang garis pantai sampai akhirnya
memasuki perairan
lepas pantai, Arus ini juga menambah tingkat kesuburan perairan pantai yang dilewatinya.
Kondisi klorofil-a pada
perairan Selat Bali secara temporal dapat dilihat pada lampiran 8, pada gambar
hasil analisa citra harian tersebut terlihat bahwa sebaran klorofil-a hampir
pada tiap hari ditemukan di Selat Bali dengan nilai 0,22 hingga 1,82 mg/m3
, hal ini menggambarkan bahwa perairan Selat Bali pada bulan Maret 2014
masih dalam keadaan subur sehingga bisa diduga potensi hasil tangkapan ikan
pada bulan tersebut masih sangat melimpah.
5.3
Peta Potensial Penangkapan Ikan
Berdasarkan analisa suhu permukaan
laut dan klorofil-a di perairan Selat Bali kemudian dilakukan penggabungan
citra (overlay) antara citra suhu dan klorofil-a bulanan sehingga di peroleh
peta potensial penangkapan sebagai berikut :

Gambar
17. Peta potensial
penangkapan Selat Bali
Pada
gambar diatas terdapat daerah-daerah yang diarsir menandakan daerah tersebut
merupakan daerah dengan perbedaan suhu minimal 0,5 0C dari
daerah-daerah disekitarnya dan memiliki kandungan klorofil-a minimal 0,2 mg/m3,
hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut berpotensi sebagai daerah tangkapan yang
baik dan berpotensi terjadinya upwelling.
Berdasarkan gambar tersebut terlihat banyaknya luas area potensial penangkapan
di Selat Bali pada Bulan Maret hampir diseluruh bagian perairan Selat Bali.
No comments:
Post a Comment