Monday, 1 December 2014

ANALISA SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a MENGGUNAKAN MODIS TERHADAP FISHING GROUND IKAN TONGKOL (Sarda orientalis) PADA ALAT TANGKAP PANCING (HAND LINE) DI PERAIRAN SELAT BALI



5. PEMBAHASAN
5.1    Kapal Alat Tangkap dan Hasil Tangkap Pancing (Hand Line)
5.1.1    Spesifikasi Alat Tangkap Pancing (Hand Line)
Alat tangkap sejenis hand line (pancing tangan) biasanya merupakan alat tangkap alternatif yang digunakan oleh para nelayan muncar pada daerah-daerah tertentu dengan jenis ikan target utama biasanya berupa ikan tongkol yang biasa disebut kenyar oleh masyarakat setempat, hampir semua kapal jenis sekoci yang berukuran 6 sampai 7 GT menggunakan alat tangkap ini. Selama lima tahun terakhir jumlah penggunaan alat tangkap ini cenderung stabil walaupun terlihat penurunan drastis dari tahun 2007, jumlah alat tangkap hook and line dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 7. Jumlah alat tangkap hook and line (Sumber :Data PPP Muncar, 2004-2013).

Pada pengambilan data hasil tangkapan, alat tangkap hand line yang digunakan ada dua jenis yaitu pancing layur dan pancing ancet, perbedaan dari keduanya adalah pada pancing layur bahan tali utama yang digunakan adalah senar dengan nomor 700 dan senar nomor 250 untuk setiap tali pada mata pancing, jarak tiap tali yaitu 1,5 meter dengan panjang tali pada kail sekitar 50 cm dan mata pancing yang digunakan adalah mata pancing dengan no10, sedangkan pada Ancet menggunakan senar dengan nomor 500 pada taliu tama dan senar nomor 400 untuk setiap tali pada mata pancing yang berjumlah 13 mata pancing dengan jarak tiap mata pancing sekitar 1,5 meter dan panjang tali pada tiap mata pancing adalah 16 cm, mata pancing yang digunakan adalah mata pancing dengan nomor 11 yang diikatkan beberapa helai kain berwarna dan serat dari kain sutera untuk menarik perhatian ikan. Berikut ini adalah gambar kontruksi hand line
                     Gambar 8. Konstruksi alat tangkap hand line.
Hand line merupakan alat penangkap ikan yang bersifat aktif, menunggu  ikan  yang  datang memakan  umpan  pada  mata  pancing. Alat penangkap ikan jenis pancing ulur dioperasikan disemua jenis perairan dan biasanya diulur sampai kedalaman yang dikehendaki. Sambil dipegang dengan tangan, tali pancing diturun-naikan sampai terasa ada sesuatu yang tersangkut dimata pancing. Kemudian ditarik atau diangkat ke kapal untuk melihat hasil tangkapan ikan yang “tersangkut” pada mata pancing.
5.1.2    Spesifikasi Kapal Penangkap
Kapal yang digunakan selama pengambilan data penangkapan ikan di perairan Selat Bali adalah jenis kapal sekoci dengan berat bersih 6 GT dengan nama kapal KM APALPAL II. :
                                
 Gambar 9. Kapal nelayan pancing (hand line)
Kapal tersebut biasanya berisi 4 sampai 5 orang ABK dan satu orang nahkoda atau si pemilik kapal yang juga bekerja di kapal tersebut, ukuran Kapal 15,5 m X 3,2 m X 1,1 m dengan ukuran tonase 6 GT dibuat di pulau Masa lima pada tahun 1998. Kapal-kapal di pelabuhan Muncar biasanya memiliki lebih dari satu jenis alat tangkap dan pada kapal ini terdapat beberapa jenis alat tangkap yaitu alat tangkap gillnet, pancing, rawai dasar, dan rawai permukaan, penggunaan masing-masing alat tangkap tersebut bergantung pada musim penangkapan atau jenis ikan target yang akan ditangkap. Pada kapal ini terdapat 2 palkah dengan dimensi panjang x lebar x dalam yaitu 2,05 m X 2,37 m X 16,5 m dan  1,58 m X 2,06 m X 0,44 m. Jenis mesin yang digunakan adalah mesin dalam Yanmar 30 PK sebanyak 2 unit dan Yanmar 23 PK sebanyak 1 unit.
Dari data perikanan tahun 2013 yang didapatkan dari kantor Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar diketahui bahwa ada sekitar 319 perahu dengan ukuran 5 GT sampai 10 GT  dari total armada sejumlah 1835 unit yang terdapat di daerah Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, JawaTimur. Kapal-kapal ini biasa beroperasi menangkap ikan di daerah selat bali bahkan hingga kedaerah Kalimantan timur pada musim-musim tertentu dengan target utama yaitu ikan-ikan pelagis seperti Tongkol dan Cakalang selain itu jenis ikan yang menjadi target utama penangkapan di kapal ini adalah ikan hiu karena memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi.
5.1.3    Tehnik Penangkapan
Proses penggunaan alat tangkap Hand line dimulai dari persiapan alat tangkap yang biasanya dilakukan pada siang hari yaitu dengan menyiapkan tali senar dan umpan buatan, para nelayan tersebut memotong tali senar menjadi beberapa bagian sesuai dengan jumlah kail yang akan digunakan, serta membuat umpan buatan yang diikatkan pada mata kail. Kondisi persiapan alat tangkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini









Para nelayan biasanya mulai memancing pada sore hari yaitu sekitar pukul 16.00 WIB hingga pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB tergantung pada hasil tangkapan yang diperoleh. Dalam satu malam mereka bisa berpindah posisi hingga 2 sampai 3 kali dengan jarak yang tidak terlalu jauh mereka akan langsung berpindah tempat apabila hasil tangkapannya dinilai kurang. Pada awalnya umpan yang digunakan hanya umpan buatan yang dipasang pada tiap kail namun ketika malam hari para nelayan menggunakan ikan hasil pancing yang langsung dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Semua ABK melakukan kegiatan menangkap dengan menyebar di sekeliling bagian kapal dengan keadaan mesin dimatikan setelah para ABK menurunkan jangkar.
5.1.4    Fishing Ground dan Hasil Tangkapan
Pada musim peralihan seperti pada bulan Maret, para nelayan hand line menangkap di bagian selatan perairan Selat Bali dengan menangkap ikan tongkol (Sarda orientalis) sebagai target utamanya, adapun fishing ground selama pengambilan data dapat dilihat pada gambar di bawah ini





Gambar 11. Lokasi penangkapan
Lokasi penangkapan nelayan pancing berada di daerah Selat Bali bagian selatan dengan kedalaman laut sekitar 125 meter merupakan daerah yang memiliki arus yang kencang. Pada musim ini nelayan pancing hanya beroperasi di daerah-daerah ini saja karena mempertimbangkan biaya bahan bakar dan biasanya ikan tongkol tertangkap di daerah-daerah ini saja
Setelah melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap hand line dengan jumlah 19 titik pengambilan sampel dan dilakukan dengan jumlah trip sebanyak empat kali maka diperoleh komposisi hasil tangkapan seperti pada tabel di bawah ini:
          Tabel 4. Komposisi hasil tangkapan menggunakan Pancing.
No
Jenis ikan
Berat Total (kg)
Persentase (%)
1
Tongkol (Sarda orientalis)
928,50
96,15
2
Belanak (Valamugil Sehel)
17,36
1,80
3
Buntal (Tetraodontidae)
7,3
0,76
5
Selengseng (Mackarel)
2,6
0,27
6
Kerapu (Epinephelus pachycentru)
1
0,10
8
Semar (Leiognathus equulus)
1
0,10
10
Kurisi (Nemipterus nematuphurus)
1,3
0,13
11
Layur Hitam (Trichiurus)
6,6
0,68
Total Tangkapan (kg)
965.66

Dari uraian tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil tangkapan terbanyak menggunakan alat tangkap hand line adalah ikan tongkol (sarda orientalis) yaitu dengan  berat tangkapan 928,5 kg atau dengan persentase sebesar 96,15 %, kemudian, serta Ikan belanak dengan berat tangkapan 17,363 kg atau dengan persentase sebesar 1,80 % dari total keseluruhan berat hasil tangkapan. Pada jenis hasil tangkapan ditemukan 2 jenis ikan yang merupakan bycatch yaitu ikan buntal dan ikan layur hitam dengan persentase 1,44 % dari total keseluruhan hasil tangkapan, jenis ikan tersebut merupakan jenis ikan yang merugikan para nelayan karena selain tidak memiliki nilai ekonomis, ikan tersebut biasanya menyebabkan tali pancing menjadi putus karena gigitannya.
5.2    Parameter Oseanografi Penangkapan Ikan Tongkol (Sarda orientalis)
Menurut Hela dan Laevastu, (1970) dalam Nurhayati, (2001) Kondisi geografis yang berpengaruh terhadap migrasi ikan tongkol adalah suhu, salinitas, kecerahan, arus, oksigen terlarut, kandungan fosfat dan ketersediaan makanan. Berkaitan dengan kondisi oseanografi tersebut yang secara langsung mempengaruhi penyebaran ikan tongkol adalah suhu, salinitas, dan arus. Pada penelitian ini akan dibahas beberapa parameter pada lokasi penelitian yaitu kedalaman, arus, suhu, dan klorofil-a.
5.2.1    Kedalaman
Berdasarkan hasil pengamatan selama pengambilan data diketahui bahwa para nelayan pancing di daerah Muncar telah menentukan daerah-daerah penangkapan berdasarkan musim dan jenis ikan target yang akan ditangkap. Dari 24 titik penangkapan selama satu bulan diperoleh hasil tangkapan berupa ikan tongkol (serda Orientalis) pada daerah perairan Selat Bali bagian selatan dan dominan pada satu daerah saja dengan kedalaman perairan 125 meter sedangkan kedalaman alat tangkap yang digunakan adalah 20-40 meter. Kedalaman tersebut merupakan kedalaman yang cocok untuk menangkap ikan tongkol karena ikan tongkol biasanya hidup di bagian permukaan laut sampai kedalaman 40 meter, hal ini sesuai dengan (Nontji, 1987 dalam Nurhayati, 2001) bahwa umumnya ikan tongkol hidup di lapisan epipelagis yang menyebar dari permukaan sampai kedalaman 200 meter. Selain itu dikatakan menurut Sumadhirga (1971) dalam Nurhayati (2001) ikan tongkol berada pada tempat-tempat pertemuan arus dari daerah perairan sempit (dangkal) dengan laut dalam atau daerah karang dan tebing yang merupakan fishing ground pada laut dalam. Pada daerah fishing ground ikan tersebut ditemukan hasil tangkapan berupa ikan-ikan karang seperti pogot pada kedalaman alat pancing 50 sampai 60 meter sehingga diduga tempat tersebut merupakan daerah karang.
5.2.2    Arus
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian di lapangan diperoleh data kecepatan arus dan data hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) yang disajikan pada tabel di bawah ini ;

               Tabel 5. Data kecepatan arus dan hasil
                            tangkapan ikan tongkol.
No
Kecepatan arus (km/jam)
Hasil tangkap (kg)
1
0.355
1.5
2
0.390
2.5
3
0.390
100
4
0.408
80
5
0.408
100
6
0.450
80
7
0.492
35
8
0.492
50
9
0.512
250
10
0.516
2.5
11
0.516
150
12
0.564
15
13
0.606
60
14
0.732
100

Dari data di atas diketahui bahwa  kecepatan arus pada bulan Maret tergolong sangat kencang yaitu dengan rata-rata kecepatan arus mencapai 0,4819 km/jam hal ini diperkirakan karena pengaruh dari kencangnya angin yang bertiup pada bulan Maret yang merupakan musim peralihan dari musim barat ke musim timur. Hubungan kecepatan arus dan hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 12. Hubungan arus pada hasil tangkapan ikan tongkol.
Dari gambar diatas terlihat bahwa adanya hubungan antara parameter kecepatan arus terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) sangat rendah. Setelah melalui uji korelasi menggunakan regresi linier diperoleh nilai r2 = 0,030 yang artinya besarnya pengaruh parameter kecepatan arus terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) hanya sebesar 3 %.
Keadaan arus Selat Bali pada bulan Maret merupakan arus yang kencang dimana terjadi pada musim peralihan, hal ini diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan ikan tongkol di daerah tersebut sesuai pernyataan Sumardhiga (1971) dalam Nurhayati (2001) bahwa daerah penyebaran jenis tuna dan tongkol merupakan tempat-tempat yang terdapat arus yang mengalir dengan cepat atau di tempat yang terdapat rintangan (karang, tebing, dan pulau).
Arus juga berperan dalam penyebaran nutrien yaitu zat-zat hara di perairan yang terbawa oleh arus dapat meningkatkan kesuburan suatu perairan karena dapat mengundang plankton yang merupakan makanan utama ikan-ikan kecil sehinggan terjadi pola rantai makanan dimana pada akhirnya akan mengundang ikan-ikan pelagis besar sebagai salah satu top predator pada daerah tersebut
5.2.3    Suhu Permukaan Laut
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian di lapangan diperoleh data suhu hasil analisa citra MODIS bulan Maret 2014 dan data hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) yang disajikan pada tabel di bawah ini :
                    
                   Tabel 6. Data suhu dan hasil tangkapan
                                ikan tongkol.
No
Suhu (°C)
Hasil tangkap (kg)
1
28.9625
250
2
29.0343
50
3
29.0488
150
4
29.2620
100
5
29.2620
60
6
29.2831
80
7
29.2831
80
8
29.2848
1.5
9
29.3177
100
10
29.3569
2.5
11
29.3569
15
12
29.3569
2.5
13
29.3569
35
14
29.3569
100

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa jumlah tangkapan terbanyak terdapat pada suhu 28,96 °C. Hubungan antara suhu terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 13. Hubungan suhu pada hasil tangkapan ikan tongkol
Berdasarkan gambar hubungan suhu permukaan air laut terhadap hasil tangkapan ikan tongkol terlihat model hubungan berpola negatif, yaitu pada kondisi suhu yang semakin meningkat diperoleh jumlah hasil tangkapan ikan tongkol yang semakin menurun akan tetapi tidak dapat disimpulkan bahwa semakin rendah suhu maka hasil tangkapan juga semakin meningkat, karena ikan tongkol akan mencari keadaan suhu perairan yang hangat sesuai dengan kebiasaan hidupnya.
Setelah melalui uji korelasi menggunakan regresi linier diperoleh nilai r2 = 0,50 yang artinya besarnya pengaruh parameter suhu permukaan laut terhadap hasil tankapan ikan tongkol (sarda orientalis) yaitu sebesar 50%, selain itu diperoleh persamaan y = 10515-356,99x yang artinya bahwa setiap kenaikan 1°C suhu permukaan air laut bisa mengurangi hasil tangkapan sebesar 356,99 kg.
Pada daerah penangkapan ikan tongkol diketahui nilai suhu berkisar antara 28,96 - 29,36 áµ’C masih merupakan kisaran suhu yang normal untuk ikan tongkol karena pada umumnya Ikan tongkol hidup di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik bagian barat (Nontji, 2005). Ikan ini bersifat epipelagis berenang membentuk schooling dan umumnya hidup pada kisaran suhu 21,60 sampai 30,50 °C (Anonymous,1983 dalam Satriyanson hari, 2008) selain itu juga dikatakan bahwa ikan tongkol sangat sensitif terhadap perubahan suhu permukaan laut hingga 0,5 0C. Pada umumnya ikan tongkol menyenangi perairan panas dan dengan kisaran suhu optimum antara 20-28C. Namun pada dasarnya ikan tongkol lebih banyak terdapat di lapisan permukaan dan ikan tuna kecil cenderung berada pada lapisan yang lebih atas atau permukaan (Hela dan Laevestu, 1981).
Pada bulan Maret 2014 kondisi perairan selat bali memiliki kisaran suhu normal yaitu kurang lebih berkisar antara 28 hingga 29 0C. Adapun sebaran suhu permukaan laut di perairan selat bali dapat dilihat pada gambar berikut ini
   Gambar 14. Kondisi suhu permukaan laut  Selat Bali pada bulan Maret 2014.
Berdasarkan gambar diatas terlihat jelas perbedaan kepekatan warna kemerahan pada bagian utara dan bagian selatan perairan selat Bali, pada bulan Maret suhu permukaan air laut dibagian selatan lebih rendah daripada bagian utara selain itu juga terlihat daerah berwarna biru merupakan daerah dengan nilai suhu permukaan sama dengan nol karena tertutup oleh nilai awan yang berada di atasnya
Sebaran suhu permukaan laut pada trip pertama secara temporal dapat dilihat pada lampiran 7 yaitu pada citra tanggal 8 hingga 12 maret dimana nilai suhu harian terlihat bahwa perairan selat bali dalam keadaan hangat dengan kisaran suhu optimum 32,48 0C pada tanggal 8 dan terlihat konsentrasi awan tebal menutupi sebagian besar Selat Bali pada tanggal 9 dan 12 maret
Pada trip kedua sebaran suhu permukaan laut dapat dilihat pada lampiran 7 yaitu pada citra tanggal 17 hingga 20 maret dimana  pada citra tersebut terlihat perairan Selat Bali masih dalam keadaan hangat dan tidak terjadi perubahan suhu yang besar dari citra pada trip sebelumnya dengan suhu optimum 31,91 0C.
Pada trip ke tiga dapat dilihat pada lampiran 7 yaitu pada citra tanggal 22 sampai 27 Maret, berdasarkan pada pengamatan hasil citra tersebut terlihat keadaan suhu perairan Selat Bali pada suhu optimum 31,72 0C yaitu pada tanggal 24 Maret, kemudian pada trip ke empat terlihat penurunan suhu perairan Selat bali dengan kisaran suhu optimum 29,720C yaitu pada tanggal 2 April 20014.
5.2.4    Klorofil-a
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian di lapangan diperoleh data klorofil-a dari hasil analisa citra MODIS bulan Maret 2014 dan data hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) yang disajikan pada tabel di bawah ini ;
                  Tabel 7. Data klorofil-a dan hasil tangkapan
                                ikan tongklol.
No
Klorofil-a (mg/m3)
Hasil tangkap (kg)
1
0.2216
60
2
0.2385
2.5
3
0.2385
15
4
0.2385
2.5
5
0.2385
35
6
0.2385
100
7
0.2484
80
8
0.2484
80
9
0.2651
100
10
0.2761
1.5
11
0.2775
100
12
0.2834
150
13
0.2958
50
14
0.8521
250

Berdasarkan grafik nilai klorofil-a yang diperoleh dari data MODIS bulan Maret 2014 diperoleh pada setiap titik pengambilan data hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) diketahui bahwa jumlah tangkapan terbanyak terdapat pada 0,512 mg/m3, berikut ini adalah hasil tangkapan ikan tongkol yang diiperoleh dari 14 titik pengambilan sampel berdasarkan kedalaman dapat dilihat pada grafik di bawah ini

Gambar 15. Hubungan klorofil-a dan hasil tangkapan ikan tongkol.
Dari grafik di atas diperoleh pola hubungan positif antara parameter klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) dimana semakin tinggi kandungan klorofil-a maka semakin tinggi pula hasil tangkapan yang diperoleh, Setelah melalui uji korelasi menggunakan linier diperoleh nilai r2 = 0,60 yang artinya besarnya pengaruh parameter klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan tongkol (sarda orientalis) adalah sebesar 60%, kemudian diperoleh persamaan y = -23,43+325,52x yang artinya setiap penambahan 1 mg/m3 klorofil-a dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan tongkol sebesar 325,52 kg,
Terdapat sejenis plankton yang mengandung klorofil (zat hijau daun), Plankton ini merupakan makanan ikan-ikan kecil yang pada gilirannya akan menjadi makanan bagi ikan yang lebih besar, Ikan tongkol pada umumnya adalah jenis karnivora sehingga keberadaan plankton secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil tangkapan ikan tongkol, akan tetapi akan ada selang waktu untuk berkumpulnya ikan tongkol sebelum ikan-ikan kecil bergerombol pada daerah yang memiliki ketersediaan fitoplankton,
Gunarso (1985) dalam Agustini (2000), menyatakan ikan tongkol adalah ikan pelagis yang melakukan migrasi vertikal harian pada waktu sore hari, bergerak ke permukaan pada pagi hari, menyebar diantara permukaan dan diatas lapisan termoklin pada malam hari dan siang harinya berada di sekitar termoklin, mempunyai waktu penangkapan yang baik sebelum matahari terbenam dan setelah terbit, Hal tersebut berkaitan dengan sifat plankton yang naik ke permukaan pada malam hari sehingga nelayan yang menggunakan alat tangkap hand line mendapatkan hasil tangkapan ikan tongkol biasanya pada malam hari.
Kiasaran klorofil-a di selat Bali pada bulan Maret 2014 yaitu 0,22-1,15 mg/m3 pada data harian yang diperoleh dari hasil citra MODIS pada bulan Maret intensitas curah hujan mulai meningkat sehingga berpengaruh juga terhadap intensitas awan yang juga menutupi sebagian obyek satelit hal tersebut dapat dilihat pada beberapa hasil citra harian terdapat daerah yang berwarna putih menandakan nilai awan.
Kiasaran klorofil-a di perairan Selat Bali pada bulan Maret 2014 yaitu 0,22-1,15 mg/m3 pada data harian yang diperoleh dari hasil citra MODIS pada bulan Maret intensitas curah hujan mulai meningkat sehingga berpengaruh juga terhadap intensitas awan yang juga menutupi sebagian obyek satelit hal tersebut dapat dilihat pada beberapa hasil citra harian terdapat daerah yang berwarna putih di luar area pulau menandakan nilai awan, Gambaran sebaran klorofil-a pada selat Bali dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
 
Gambar 16. Citra klorofil-a data MODIS pada bulan Maret 2014.
Dari citra satelit juga terlihat penyebaran spasial kandungan klorofil-a, dimana konsentrasi yang besar terdapat di daerah pantai sebelah timur selat Bali dan semakin menurunkonsentrasinya ke arah perairan lepas pantai selain itu juga ditemukan daerah dengan nilai klorofil-a dengan konsentrasi yang cukup tinggi pada , Hal ini disebabkan karena daerah pantai banyak memberi masukan nutrien kedalam perairan. Arus membawa air serta material lainnya (nutrien) yang berasal dari pantai menyusuri sepanjang garis pantai sampai akhirnya memasuki perairan lepas pantai, Arus ini juga menambah tingkat kesuburan perairan pantai yang dilewatinya.
Kondisi klorofil-a pada perairan Selat Bali secara temporal dapat dilihat pada lampiran 8, pada gambar hasil analisa citra harian tersebut terlihat bahwa sebaran klorofil-a hampir pada tiap hari ditemukan di Selat Bali dengan nilai 0,22 hingga 1,82 mg/m3 , hal ini menggambarkan bahwa perairan Selat Bali pada bulan Maret 2014 masih dalam keadaan subur sehingga bisa diduga potensi hasil tangkapan ikan pada bulan tersebut masih sangat melimpah.
5.3    Peta Potensial Penangkapan Ikan
Berdasarkan analisa suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan Selat Bali kemudian dilakukan penggabungan citra (overlay) antara citra suhu dan klorofil-a bulanan sehingga di peroleh peta potensial penangkapan sebagai berikut :
Gambar 17. Peta potensial penangkapan Selat Bali
Pada gambar diatas terdapat daerah-daerah yang diarsir menandakan daerah tersebut merupakan daerah dengan perbedaan suhu minimal 0,5 0C dari daerah-daerah disekitarnya dan memiliki kandungan klorofil-a minimal 0,2 mg/m3, hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut berpotensi sebagai daerah tangkapan yang baik dan berpotensi terjadinya upwelling. Berdasarkan gambar tersebut terlihat banyaknya luas area potensial penangkapan di Selat Bali pada Bulan Maret hampir diseluruh bagian perairan Selat Bali.

No comments:

Post a Comment